Selasa, 29 Desember 2015

makam


Makam Kyai Asy’ari (kyai guru)
Mini Riset
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam dan Kebudayaan Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamani, Msi






Disusun oleh :

Indri Khoirunnisa    (133511013)


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015



Pendahuluan  
A.    Latar belakang masalah
Koentjaraningrat dalam Kebudayaan Jawa (1984: 328) menerangkan bahwa salah satu tradisi dan budaya Islam Jawa yang masih hidup adalah adanya penghormatan kepada makam-makam orang suci, baik ulama atau kyai. Jika kaum santri datang ke makam untuk mendoakan orang yang telah meninggal agar diampuni dosanya oleh Allah SWT.
Salah satu bentuk penghormatan terhadap makam orang-orang saleh itu di Kaliwungu lahir apa yang disebut sebagai Syawalan. Salah satu tradisi keagamaan yang berupa peringatan wafatnya (khoul) ulama dalam masyarakat masa lalu, yang diadakan pada setiap tanggal 8 Syawal, yakni satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri, setiap tahun. Salah satu tempat yang dituju oleh peziarah saat syawalan yaitu makam kyai Asy’ari (kyai guru).

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan di bahas dalam laporan ini adalah makam Kyai Asy’ari (kyai guru)

C.     Tujuan Pembuatan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan laporan ini adalah dapat mengenal makam kyai Asy’ari (kyai guru).
D.    Landasan teori
Kyai Asy’ari merupakan ulam besar yang kharismatik pada dekade tahun 1781-an di daerah Kaliwungu khususnya dan Kendal pada umumnya. Kepopuleran beliau disebabkan metode dakwah yang unik , menarik dan kontroversial. Kemampuannya mengajak masyarakat yang mulanya primitif dan awam terhadap masalah keagamaan, terutama ajaran islam, menjadi masyarakat agamis dan religius. Kepribadian yang sederhana dan kharismatik sangat disegani oleh masyarakat, sehingga namanya selalu dikenang hingga sekarang. Perjuangan dakwahnya sudah semestinya diteladani diteruskan dan ditumbuhkan kembangkan. Kyai Asyari mendirikan masjid Masjid Al-Mutaqin Kaliwungu pada tahun 1653. Dan beliau meninggal pada tahun 1697 dan di makam kan di daerah Kaliwungu.
Dilahirkan di Wanantara Yogyakarta, kira-kira pada tahun 1746 dengan nama yang cukup singkat, yaitu Asy’ari bin Ismail bin H. Abdurrahman bin Ibrahim. Kyai Asy’ari datang di Kaliwungu pada usia 35 tahun, maka tahun kedatangan Kyai Asy’ari di Kaliwungu kira-kira tahun 1781-an. Setelah kedatangan Kyai Asy’ari di Kaliwungu, ia kemudian bermukim dan menetap di kampung yang saat ini terkenal dengan nama Kampung Pesantren Desa Krajankulon Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
Di Kampung Pesantren itulah Kyai Asy’ari merintis dan mengajarkan Islam dengan kitab kuningnya dengan mendirikan sebuah pondok pesantren salaf. Yang sekarang ini menjadi pondok APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren), karena pada waktu itu fasilitas dan sarana untuk belajar belum memadai, maka Kyai Asy’ari juga menggunakan musholla sebagai tempat untuk belajar dan menuntut ilmu agama Islam bagi para santri, yang sekarang ini menjadi Musholla Al-Asy’ari, tepatnya di Kampung Pesantren Desa Krajankulon kecamatan Kaliwungu.
Pembahasan
Bapak Slamet merupakan salah satu pengurus yang ada di makam kyai Asy’ari. Beliau sudah menjadi pengurus disini sejak 8 tahun terakhir. Beliau menceritakan tentang makam kyai Asy’ari.
Makam kyai Asy’ari mempunyai pengurus dan pengelola yang terdiri dari, juru kunci yaitu bapak Saelani, bapak Hufron selaku bendahara, bapak Sumanto selaku sekertariat, bapak Saman, bapak Khoeroni, bapak muh. Sulton dan bapak sukirno selaku anggota dan keamanan makam disini. Sejak tahun 1996 makam Kyai Asy’ari terdapat pengurus dan pengelola. 
 
Dalam area makam tidak hanya makam kyai Asy’ari saja melainkan terdapat makam bupati pertama pekalongan. Makam kyai Asy’ari paling ramai di kunjungi peziarah pada saat syawalan dan jum’at kliwon. Makam tersebut sangat luas, dan mempunyai aula yang dapat menampung lebih banyak peziarah. Pembangunan area sekitar makam murni dari sumbangan kotak amal peziarah yang datang.
Makam kyai Asy’ari terletak di Desa Protomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dengan ukuran panjang 15 m, lebar 10 m, tinggi 4.5 m, luas bangunan 15m2, luas tanah 200 m2 terbuat dari bahan batu dan kayu , dengan tahun pendirian 1775 masehi, direnovasi tahun 2002 berfungsi sebagai makam dan tempat ziarah. Beliau seorang ahli sufi penerus perjuangan Pangeran Puger utusan dari Mataram.
   
Makam kyai Asy’ari terletak daerah tertingi di kaliwungu. Masyarkat sekitar berfikir bahwa para wali selalu diatas, maka makam kyai Asy’ari ditempatkan di atas daerah Kaliwungu. Warga sekitar menyebut tempat itu dengan “jabal nur”.
Di jabal nur ini tidak hanya makam kyai Asy’ari, tetapi makam para wali yang lain. Diantaranya makam Sunan Katong, mbah Walisafak, Pangeran Juminah, dan Pangeran Puger.
Dalam makam ini juga terdapat peraturan-peraturan yang harus pengunjung patuhi.


Kesimpulan
Walaupun masyarakat berdoa dan berziarah di makam Kyai Asy’ari sejatinya masyarakat berdoa kepada Allah Swt untuk mendapat syafaat dari-Nya.


Daftar Pustaka





tedhak siti


Tradisi Tedhak siti di Kaliwungu, Kendal
Mini Riset
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam dan Kebudayaan Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamani, Msi






Disusun oleh :

Indri Khoirunnisa    (133511013)


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015



Pendahuluan

A.    Latar belakang masalah
Kelahiran seorang anak adalah  kebahagiaan yang ternilai harga bagi orang tuanya. Perwujudan kebahagian  ini dalam masyarakat Indonesia diwujudkan dalam sebuah pertunjukan, slametan, ruwatan, dan  beberapa  pesta adat sebagai uangkapan syukur kepada sang  Maha Pencipta atas kelahiran anak tercinta. Tradisi  upacara bagi bayi di Nusantara cukup banyak dari mulai dilahirkan sampai anak bisa berjalan.
Di Jawa banyak tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih dilakukan oleh orang-orang Jawa seperti slametan, mapati, mitoni, nyadran, dan lain-lain. Mayarakat jawa, misalnya, pada saat anak berumur  tujuh atau delapan bulan mereka akan  menggelar  upacara  adat bagi bayi yang disebut Tedhak siti. Dalam mini riset ini akan dibahas bagaimana tradisi tedhak siti di Kaliwungu, Kendal.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan di bahas dalam laporan ini adalah bagaimana upacara Tedhak Siti di kecamatan Kaliwungu Kab. Kendal
C.     Tujuan pembuatan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan laporan ini adalah dapat memahami upacara Tedhak Siti di kecamatan Kaliwungu Kab. Kendal
D.    Landasan teori
Upacara tedak siti merupakan suatu ritual peralihan yang umum dilakukan tidak hanya pada kalangan masyarkat Jawa. Etnik lain seperti Melayu, Banjar dan Bugis juga mengenal upacara semacam yang dikenal sebagai upacara turun tanah (mudhun lemah, dhun-dhunan).
Secara bahasa arti kata tedak siti ini memang turun tanah(mudhun lemah, dhun-dhunan). Upacara tedak siten yang dilaksanakan di kalangan masyarakat jawa dilakukan ketika sebuah keluarga memiliki anak, laki-laki atau perempuan yang telah mencapai tujuh lapan (7-8 bulan). Upacara ini dilakukan untuk memperkenalkan anak untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di bumi atau tanah.
Upacara ini biasanya dilaksanakan pada pagi hari di halamanan rumah keluarga bersangkutan, tepat pada kelahiran anak. Upacara ini memiliki tujuan agar anak tersebut kelak setelah dewasa akan menjadi orang yang kuat dan mampu berdiri sendiri. Selain itu, juga memiliki tujuan agar anak kelak akan mudah dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan dan tercapai apa yang dicita-citakan.
Perlengkapan yang dibutuhkan dalam upacara tedak siten yaitu sesaji selamatan, yang terdiri atas:
a.       Nasi tumpeng dengan sayur-mayurannya
b.      Jenang merah putih
c.       Jenang baro-baro
d.      Jajan pasar selengkap-lengkapnya
e.       Juwadah lima macam warna, yaitu merah, putih, hitam, kuning dan hijau
f.       Bunga setaman dan tanah yang disiapkan dalam bokor besar
g.      Tangga yang dibuat dari batang tebu merah hati
        h. Kurungan ayam yang dihiasi dengan janur kuning atau kertas hias warna warni

i.        Padi, kapas, sekar telon (mawar, melati, dan kenanga)
j.        Beras kuning dan berbagai lembaran uang
k.      Bermacam-macam barang berharga, seperti gelang kalung dan peniti
l.        Bermacam-macam barang yang bermanfaat, misalnya buku dan alat tulis.

Pembahasan

Setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri dalam hal budaya, seperti hal nya tedhak siti. Tedhak siti merupakan tradisi adat jawa sejak dahulu kala. Asal kata tedhak (menapakan kaki), siti/sinten (tanah) yang berarti untuk pertama kali bayi menapakan kaki di atas tanah. Maka sebagai orang tua memanjatkan puji syukur kepada Tuhan yang maha Esa dengan menggelar acara tedhak siti.  Untuk masyarakat kecamatan Kaliwungu kab. Kendal tradisi ini tidak asing lagi di masyarakat.
Tradisi tedhak siti di Kaliwungu acara di mulai pada pagi hari. Keluarga memberikan semangkok bubur coco/candil (bubur yang terbuat dari tepung ketan) kepada tetangga di sekitar rumah.

Bubur itu pertanda bahwa ada acara tedhak siti di rumah yang mempunyai hajat. Maka setelah itu warga akan datang ke rumah yang mempunyai hajat tersebut.
Setelah keluarga membagikan bubur ke warga sekitar maka ritual tedhak siti di mulai. Orang tua bayi yang akan menggelar upacara tedhak siti mempersiapkan banyak hal, seperti tangga kecil yang terbuat dari tebu (jumlah anak tangga bebas, lazimnya 3 anak tangga), kurungan ayam, benda-benda yang akan di masukan kekurungan ayam (buku, pensil, perhiasan, gunting dan lain-lain), dan uang recehan di campur dengan beras kuning (beras yang di campur dengan parutan kunyit).
Anak bayi yang akan melakukan tedhak siti dipakaikan pakaian yang paling bagus, setelah itu si bayi di gendong ayah/ ibu nya menuju ruang acara tedhak siti. Di ruang acara seluruh keluarga inti dan pemimpin acara tedhak siti telah menunggu si bayi tersebut. Pemimipin acara berdoa terlebih dahulu.
  
  
Setelah itu si bayi yang di bantu orang tuanya dipijakan ke piring berisi bubur candil yang beralaskan daun pisang. Kemudian si bayi untuk turu  dan menapakan kaki ditanah untuk pertamaa kalinya. Proses selanjutnya si bayi di tuntun menuju tangga yang terbuat dari tebu yang sudah disiapkan. Sesampai di depan anak tangga, orang tua nya si anak menaiki tangga tersebut sampai di atas. Selesai dari tangga, si bayi di masukan ke dalan kurungan ayam yang sudah di hias dan di dalam nya sudah di penuhi benda-benda yang telah di sediakan (buku, kitab, pulpen, pensil, perhiasan dll). Di dalam kurungan si bayi di biarkan dan dilihat benda apa yang akan menarik perhatiannya dan kemudian akan di ambil oleh si bayi untuk pertama kali.
                          
Setelah itu bayi dikeluarkan dari kurungan oleh ayah/ ibunya. Pemimpin ritual membawa baskom berisi uang recehan yang dicampur beras kuning. Semuanya menuju perkarangan rumah. Diluar sana para warga telah menantinya. Sesampainya di halaman rumah, sambil membaca basmallah orang yang memimpin acara mulai melempar uang recehan.  
        
Biasanya warga menyebut tradisi tedhak siti dengan “udik-udikan” atau menyebar uang (nyebar dhuwit dalam bahasa jawa). Dalam tahapan ini warga menukarkan uang receh yang didapat jika dibaliknya terdapat nomor dengan hadiah menarik yang disediakan oleh keluarga.
Selesai acara tedhak siti , keluarga membagikan semangkok bubur candil kepada warga yang mengikuti acara tersebut. Dengan begini selesai sudah upacara tedhak siti untuk si bayi.
Makna tedhak siti sendiri dalam masyarakat  adalah tidak hanya untuk melestarikan budaya yang dari dulu dilakukan oleh orang tua terdahulu tetapi banyak makna di balik upacara tersebut. Bubur candil yang terbuat dari tepung ketan barmakna  bermacam-macam hasil bumi kita yang dapat dijadikan sumber makanan.  Selanjutnya anak di masukan ke dalam kurungan ayam besar yang dihiasi dan di dalamnya bermacam barang-barang bermakna lingkup dunia anak yang masih kecil sebesar sangkar dan berisi mainan serta beberapa kebutuhan dunia anak. Biasanya sang anak akan memilih beberapa barang, kadang dikaitkan dengan watak/ karakter anak tersebut. Sang anak kedepan suka bermain, belajar, bekerja atau berhias. Memanjat anak tangga yang terbuat dari tebu bermakna manisnya tingkatan kehidupan yang akan dialami sang anak kelak.
Kesimpulan
Tedhak siti merupakan tradisi yang turun-temurun yang masih diselenggarakan masyarakat jawa saat ini. Dengan kemajuan zaman yang semakin modern, masyarakat jawa masih memegang teguh nilai budaya leluhur. Karena disetiap budaya terselubung banyak makna untuk mengarungi kehidupan ini. Demikian tradisi tedhak siti di Kaliwungu, kendal.



Daftar Pustaka

Zulfah, Elizabeth Misbah, 2004, Merumuskan Kembali Interelasi Islam-Jawa, Yogyakarta : Gama Media